Anak Laki Laki Bermain Bola Kartun

Anak Laki Laki Bermain Bola Kartun

Kami mohon maaf atas kebingungannya, tetapi kami tidak bisa tahu apakah Anda adalah seseorang atau skrip.

Centang kotak ini dan kami akan berhenti menghalangi Anda.

©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.

Kalau ditanya apa hadiah ulang tahun yang cocok untuk anak laki-laki, sebagian besar orang pasti akan langsung menjawab mainan yang 'cowok banget' seperti mobil-mobilan atau robot-robotan.

Jangankan terpikir untuk memberikan boneka, kebanyakan orang malah merasa risih saat melihat anak laki-laki bermain boneka. Dikhawatirkan, permainan yang dianggap girly ini bisa mempengaruhi perkembangan kepribadiannya di masa depan.

Moms penasaran, mengapa anak laki-laki harus diberi mainan mobil dan robot yang penuh aksi, sedangkan anak perempuan bermain boneka yang lucu dan imut? Yuk, kita cari tahu apa yang mendasari pemikiran seperti ini.

Foto: bolehkah anak laki laki bermain boneka 1

Foto: happyyouhappyfamily.com

Jika kita melihat dari fakta sejarah, kemunculan segregasi mainan berdasarkan gender terjadi pada tahun 1970-an di Amerika Serikat. Pada saat itu, isu feminisme sedang naik daun sehingga banyak perusahaan mainan yang mencoba menggunakannya untuk mendongkrak penjualan produk mainan.

Perusahaan mainan ini kemudian mencoba melekatkan gender atau jenis kelamin pada mainannya, dengan menggunakan warna biru untuk anak laki-laki dan pink untuk warna perempuan.

Tak disangka, strategi pemasaran ini sukses besar di pasar mainan. Strategi berdasarkan segregasi pun akhirnya mulai ditiru oleh pembuat mainan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Meski sukses menarik pembeli, segregasi mainan ini ternyata memiliki efek samping yang tak diperkirakan sebelumnya. Ya, jadi terbentuk pola pikir di masyarakat bahwa setiap mainan memiliki gender sendiri. Akibatnya, anak laki-laki tidak boleh bermain dengan mainan perempuan dan begitu juga sebaliknya.

Padahal, Moms, mainan hanya bersifat sebagai mainan, tidak kurang dan tidak lebih. Mainan juga tidak memiliki gender sehingga harus dimainkan sesuai dengan jenis kelamin balita. Fungsi mainan hanyalah memberikan manfaat untuk membantu tumbuh kembang dan pola pikir balita.

Foto: bolehkah anak laki laki bermain boneka 2

Foto: cafemomstatic.com

Layaknya mainan lain pada umumnya, balita yang bermain dengan boneka akan mendapatkan manfaat yang signifikan untuk proses tumbuh kembangnya. Salah satu manfaat yang paling dirasakan adalah meningkatkan rasa empati dan jiwa sosial yang dimiliki oleh si kecil.

Saat si kecil bermain dengan bonekanya, secara tidak sadar dia melakukan role play dan menjadi karakter yang akan mengasihi dan mengayomi boneka yang dia miliki. Dia akan mencoba menggantikan bajunya, memandikannya, dan merawat boneka tersebut layaknya orang lain. Hal ini tentu sangatlah penting, mengingat rasa empati dapat membentuk perilaku yang baik di masa depan.

Tidak hanya itu, saat balita bermain dengan bonekanya, secara langsung dia akan meningkatkan skill motorik dan sensorik yang dia miliki. Hal ini terjadi karena dia harus menggerakan jari dan otot pada tangannya setiap kali bermain dengan boneka kesayangannya.

Dia juga harus belajar bagaimana mengambil baju boneka yang kecil dengan ujung jarinya, serta belajar bagaimana cara kerja ritsleting baju.

Foto: bolehkah anak laki laki bermain boneka 3

Foto: thejakartapost.com

Melihat banyaknya manfaat yang bisa didapatkan, tentu boleh jika anak senang bermain boneka, termasuk anak laki-laki. Tenang saja, Moms, bermain boneka dan permainan yang sering dianggap hanya untuk anak perempuan lainnya seperti memasak tidak akan membuat sifat atau perilakunya berubah, kok.

Intinya, jangan melihat dan membedakan mainan untuk balita dari warna atau gender-nya. Lihatlah dari manfaat yang bisa didapatkan dari mainan tersebut agar si kecil dapat belajar dan tumbuh menjadi anak yang pintar.

Setelah melihat fakta di atas, sudah tak ragu lagi membiarkan anak laki-laki bermain boneka, kan, Moms?

Dalam tahun pertama kehidupannya, wajar bila anak ingin mencoba peran gender yang berbeda. Ini sangatlah normal, artinya mereka tertarik mengeksplorasi apa artinya menjadi anak laki-laki atau perempuan.

Karena itu, hendaknya orang tua tidak berasumsi bahwa anak laki-laki yang gemar main boneka akan selalu menyukai hal-hal “feminin”, atau bahwa anak perempuan yang lebih senang dengan tokoh superhero ketimbang Barbie akan selalu menyukai hal-hal “maskulin”.

Lebih lanjut, jika seorang anak laki-laki senang bermain boneka, bukan berarti mereka mengalami gangguan identitas gender.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan identitas gender ditandai dengan adanya penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang yang telah ditentukan, serta keinginan untuk menjadi jenis kelamin lainnya.

Gangguan identitas gender ini dapat berawal dari masa kanak-kanak. Penyebabnya bisa karena stres yang terus-menerus, trauma dari orang tua, atau pengaruh lingkungan (seperti dari media massa).

Artikel Lainnya: 5 Manfaat Mengejutkan Bermain Puzzle untuk Anak

Jadi, hindari memberikan hukuman atau cemoohan jika anak lebih menyukai boneka ketimbang mobil-mobilan. Apabila anak tetap ingin bermain boneka, persiapkan diri mereka ketimbang melarang sama sekali.

Misalnya: orang tua dapat memberitahu anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti, reaksi apa yang mungkin akan mereka hadapi terkait hobi bermain boneka tersebut.

Jelaskan bahwa jika mereka tetap ingin bermain boneka, teman-temannya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun jika mereka tetap ingin bermain boneka, jangan melarangnya. Setidaknya mereka sudah paham dengan efek yang akan timbul.

Dengan demikian, ketika teman-teman sebayanya menertawakan, mereka tidak akan merasa malu, canggung, atau sedih.

Dalam tahun pertama kehidupannya, wajar bila anak ingin mencoba peran gender yang berbeda. Ini sangatlah normal, artinya mereka tertarik mengeksplorasi apa artinya menjadi anak laki-laki atau perempuan.

Karena itu, hendaknya orang tua tidak berasumsi bahwa anak laki-laki yang gemar main boneka akan selalu menyukai hal-hal “feminin”, atau bahwa anak perempuan yang lebih senang dengan tokoh superhero ketimbang Barbie akan selalu menyukai hal-hal “maskulin”.

Lebih lanjut, jika seorang anak laki-laki senang bermain boneka, bukan berarti mereka mengalami gangguan identitas gender.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan identitas gender ditandai dengan adanya penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang yang telah ditentukan, serta keinginan untuk menjadi jenis kelamin lainnya.

Gangguan identitas gender ini dapat berawal dari masa kanak-kanak. Penyebabnya bisa karena stres yang terus-menerus, trauma dari orang tua, atau pengaruh lingkungan (seperti dari media massa).

Artikel Lainnya: 5 Manfaat Mengejutkan Bermain Puzzle untuk Anak

Jadi, hindari memberikan hukuman atau cemoohan jika anak lebih menyukai boneka ketimbang mobil-mobilan. Apabila anak tetap ingin bermain boneka, persiapkan diri mereka ketimbang melarang sama sekali.

Misalnya: orang tua dapat memberitahu anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti, reaksi apa yang mungkin akan mereka hadapi terkait hobi bermain boneka tersebut.

Jelaskan bahwa jika mereka tetap ingin bermain boneka, teman-temannya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun jika mereka tetap ingin bermain boneka, jangan melarangnya. Setidaknya mereka sudah paham dengan efek yang akan timbul.

Dengan demikian, ketika teman-teman sebayanya menertawakan, mereka tidak akan merasa malu, canggung, atau sedih.

Dalam tahun pertama kehidupannya, wajar bila anak ingin mencoba peran gender yang berbeda. Ini sangatlah normal, artinya mereka tertarik mengeksplorasi apa artinya menjadi anak laki-laki atau perempuan.

Karena itu, hendaknya orang tua tidak berasumsi bahwa anak laki-laki yang gemar main boneka akan selalu menyukai hal-hal “feminin”, atau bahwa anak perempuan yang lebih senang dengan tokoh superhero ketimbang Barbie akan selalu menyukai hal-hal “maskulin”.

Lebih lanjut, jika seorang anak laki-laki senang bermain boneka, bukan berarti mereka mengalami gangguan identitas gender.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan identitas gender ditandai dengan adanya penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang yang telah ditentukan, serta keinginan untuk menjadi jenis kelamin lainnya.

Gangguan identitas gender ini dapat berawal dari masa kanak-kanak. Penyebabnya bisa karena stres yang terus-menerus, trauma dari orang tua, atau pengaruh lingkungan (seperti dari media massa).

Artikel Lainnya: 5 Manfaat Mengejutkan Bermain Puzzle untuk Anak

Jadi, hindari memberikan hukuman atau cemoohan jika anak lebih menyukai boneka ketimbang mobil-mobilan. Apabila anak tetap ingin bermain boneka, persiapkan diri mereka ketimbang melarang sama sekali.

Misalnya: orang tua dapat memberitahu anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti, reaksi apa yang mungkin akan mereka hadapi terkait hobi bermain boneka tersebut.

Jelaskan bahwa jika mereka tetap ingin bermain boneka, teman-temannya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun jika mereka tetap ingin bermain boneka, jangan melarangnya. Setidaknya mereka sudah paham dengan efek yang akan timbul.

Dengan demikian, ketika teman-teman sebayanya menertawakan, mereka tidak akan merasa malu, canggung, atau sedih.

Dalam tahun pertama kehidupannya, wajar bila anak ingin mencoba peran gender yang berbeda. Ini sangatlah normal, artinya mereka tertarik mengeksplorasi apa artinya menjadi anak laki-laki atau perempuan.

Karena itu, hendaknya orang tua tidak berasumsi bahwa anak laki-laki yang gemar main boneka akan selalu menyukai hal-hal “feminin”, atau bahwa anak perempuan yang lebih senang dengan tokoh superhero ketimbang Barbie akan selalu menyukai hal-hal “maskulin”.

Lebih lanjut, jika seorang anak laki-laki senang bermain boneka, bukan berarti mereka mengalami gangguan identitas gender.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan identitas gender ditandai dengan adanya penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang yang telah ditentukan, serta keinginan untuk menjadi jenis kelamin lainnya.

Gangguan identitas gender ini dapat berawal dari masa kanak-kanak. Penyebabnya bisa karena stres yang terus-menerus, trauma dari orang tua, atau pengaruh lingkungan (seperti dari media massa).

Artikel Lainnya: 5 Manfaat Mengejutkan Bermain Puzzle untuk Anak

Jadi, hindari memberikan hukuman atau cemoohan jika anak lebih menyukai boneka ketimbang mobil-mobilan. Apabila anak tetap ingin bermain boneka, persiapkan diri mereka ketimbang melarang sama sekali.

Misalnya: orang tua dapat memberitahu anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti, reaksi apa yang mungkin akan mereka hadapi terkait hobi bermain boneka tersebut.

Jelaskan bahwa jika mereka tetap ingin bermain boneka, teman-temannya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun jika mereka tetap ingin bermain boneka, jangan melarangnya. Setidaknya mereka sudah paham dengan efek yang akan timbul.

Dengan demikian, ketika teman-teman sebayanya menertawakan, mereka tidak akan merasa malu, canggung, atau sedih.

Dalam tahun pertama kehidupannya, wajar bila anak ingin mencoba peran gender yang berbeda. Ini sangatlah normal, artinya mereka tertarik mengeksplorasi apa artinya menjadi anak laki-laki atau perempuan.

Karena itu, hendaknya orang tua tidak berasumsi bahwa anak laki-laki yang gemar main boneka akan selalu menyukai hal-hal “feminin”, atau bahwa anak perempuan yang lebih senang dengan tokoh superhero ketimbang Barbie akan selalu menyukai hal-hal “maskulin”.

Lebih lanjut, jika seorang anak laki-laki senang bermain boneka, bukan berarti mereka mengalami gangguan identitas gender.

Berdasarkan DSM-IV, gangguan identitas gender ditandai dengan adanya penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang yang telah ditentukan, serta keinginan untuk menjadi jenis kelamin lainnya.

Gangguan identitas gender ini dapat berawal dari masa kanak-kanak. Penyebabnya bisa karena stres yang terus-menerus, trauma dari orang tua, atau pengaruh lingkungan (seperti dari media massa).

Artikel Lainnya: 5 Manfaat Mengejutkan Bermain Puzzle untuk Anak

Jadi, hindari memberikan hukuman atau cemoohan jika anak lebih menyukai boneka ketimbang mobil-mobilan. Apabila anak tetap ingin bermain boneka, persiapkan diri mereka ketimbang melarang sama sekali.

Misalnya: orang tua dapat memberitahu anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti, reaksi apa yang mungkin akan mereka hadapi terkait hobi bermain boneka tersebut.

Jelaskan bahwa jika mereka tetap ingin bermain boneka, teman-temannya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun jika mereka tetap ingin bermain boneka, jangan melarangnya. Setidaknya mereka sudah paham dengan efek yang akan timbul.

Dengan demikian, ketika teman-teman sebayanya menertawakan, mereka tidak akan merasa malu, canggung, atau sedih.